Posted in Review

Sebuah Ulasan: When Everything Feels Like Romcoms

Apa judul film romcom favoritmu?

Salah satu hal random yang udah aku lakukan adalah beli novel ini tiba-tiba. Cuma gara-gara ada tweet tentang review singkat novel ini, langsung kepikiran pengen beli.

Prinsip “Don’t judge a book by its cover“, sungguh tidak berlaku buat aku. Dulu, pas pertama kali lihat novel 5cm langsung nge-judge “ih buku apaan nih, item, tebel, 5cm udah gitu doang? Pasti ga menarik.” Setelah nonton film adaptasi novel 5cm baru nyesel dan minta maaf entah buat siapa karena cuma nilai bukunya dari cover, tanpa baca kalau ceritanya semenarik itu. Hahaha dasar tukang nge-judge.

Nah ternyata prinsip “judge a book by its cover” kejadian lagi, pas mutusin beli buku ini cuma karena cover yang so cute dan judul yang awww bikin penasaran banget. See, kalian ga tergoda untuk tampilan sekece ini?

When Everything Feels Like Romcoms by Candra Aditya

Baru setelah itu coba nyari sinopsis dan siapa penulisnya. Sinopsisnya cukup singkat dan penulisnya belum aku kenal (salam kenal mas penulis hehehe), buku ini juga buku baru jadi masih belum banyak review, tapi karena alasan tampilan kece bukunya jadi “yaudah lah sikat aja” sambil ngeklik button “bayar” di toko buku online.

Pas bukunya nyampe, seperti biasa aku melewatkan beberapa halaman awal dan langsung ke daftar isi. Lucunya, setiap judul di buku ini adalah judul film-film romcom, beberapa familiar meski cuma ada dua judul film (While your were sleeping dan P.S. I Love You) dari daftar film tersebut yang udah pernah ku tonton *coba judul filmnya pake film-film indonesia, niscaya lebih dari 50% filmnya udah ku tonton. Dijamin. Asli.

Pertama baca, cuma bisa bertahan di dua bab awal, bukan karena ceritanya ga menarik cuma rasa-rasanya ada yang salah. Kok ceritanya dewasa gini yah, dewasa dalam artian cukup vulgar penyampaian ceritanya. Sampai nutup buku dan liat cover belakang kalau buku ini ternyata buat 21+. Ooh pantas saja :’)

Sebenernya it is not a big problem, karena aku juga sudah lebih dari cukup untuk legal baca novel ini. Tapi tetep aja pas baca sensasinya beda sama novel-novel lain yang rated for 17+ *ya iya dong hmm. Apalagi referensi bacaan aku emang masih lebih banyak bacaan remaja dibanding dewasa.

Dibanding nonton film, baca buku tuh lebih mainin imajinasi kan yah, membuat visualiasi dari sebuah narasi buku jauh lebih menyenangkan alih-alih nonton film yang udah disuguhin visualisasi nyata tinggal dinikmati aja. Nah karena itu lah, pas baca buku ini imajinasi jadi kemana-mana nih hahahaha. Tapi terlepas dari sisi “dewasa”, novel ini sangat menyenangkan untuk dibaca. Jadi ceritanya tentang apa sih?

Sesuai judulnya, novel ini berlatar belakang kehidupan industri kreatif, khususnya perfilman. Bercerita tentang dua pekerja film, Reza seorang sutradara dan Kimmy seorang penulis naskah film. Bagian awal bercerita tentang Reza dan Kimmy dalam debut film panjang pertama masing-masing. Reza sebagai sutradara film “Heri dan Hana” dan Kimmy sebagai penulis “Cinta Rendah Kalori”. Fokus cerita tentang pertemuan Reza dan Kimmy dalam hubungan percintaan pada waktu yang salah, membuat kisah cinta mereka layaknya cerita di film komedi romantis.

Perjalanan cinta mereka -yang salah- ga cuma dilewatin berdua tapi ada dua karakter lain yang punya andil cukup besar dalam cerita, Sarah dan Paul. Sahabat Reza dan Kimmy. Meski penggambaran cukup realistis, tapi kurasa cerita mereka memang benar-benar cuma ada dalam kisah fiksi.

Uniknya penulis menceritakan kisah dari sudut pandang Reza dan Kimmy secara terpisah, narasi dari Reza dan narasi dari Kimmy. Kalau kalian pernah baca novel Antologi Rasa dari Ika Natassa kalian bakal familiar sama penceritaan dari sudut pandang masing-masing karakter inti. Narasi Reza dibuat dengan sudut pandang “saya” dan narasi Kimmy dibuat dengan sudut pandang “gue”, semakin memudahkan pembaca untuk mengikuti ini kisah Reza atau Kimmy. Baru setelah beberapa bab karakter Reza dan Kimmy bertemu, tapi tetap narasi dibuat dari Reza -saya- atau Kimmy -gue-.

Selain itu, penggambaran dunia perfilman juga terasa nyata. Nama-nama sutradara, penulis, produser, dan pemain film terkenal kaya Joko Anwar, Hanung Bramantyo, Mira Lesmana, Gina S. Noer, Dian Sastro, Nicholas Saputra dan lain-lain cukup banyak di-mention. Kita seolah diajak menjadi bagian cerita Reza dan Kimmy yang bekerja di industri perfilman, kaya berasa dekat aja gitu sama nama-nama di atas.

Cerita disampaikan dengan bahasa yang santai dan gaul abis, tanpa sensor dan kalimat-kalimat dalam keseharian, meskipun untuk narasi Reza pakai kata “saya” ga terkesan kaku. Karena cuma narasi aja, dialog Reza tetep pake “gue-lo” jadi tetep asik. Latar waktu yang ngambil penggambaran masa kini juga kerasa kekinian banget, banyak fenomena-fenomena zaman sekarang yang diselipin dalam cerita, jadi terasa sangat dekat dan sangat relate dengan keadaan zaman sekarang. Latar tempat hampir sepenuhnya di Jakarta, kaum elit Jakarta lebih tepatnya. Meski dengan segala keruwetan metropolitan Jakarta, suasana hingar bingar ibukota cukup apik digambarkan dalam cerita ini, lewat narasi dan gaya bahasa tokoh-tokohnya. Aaaah jadi kangen Jakarta :’)

Kita diajak buat menyelami dunia perfilman, banyak insight baru tentang film yang bisa didapet dari novel ini. Berbagai judul film yang jadi judul bab, sisipan film-film dalam cerita, para aktor dan aktris film, tentang proses pembuatan film beserta kru yang terlibat, sampai cerita tentang premier suatu film. Cukup menarik untuk bisa diikuti oleh orang awam. Asiknya lagi, my favourite Indonesian movie juga di-mention di sini -Aruna dan Lidahnya-.

Overall cerita di novel ini menarik buat diikuti, meski penyelesaian cerita terkesan fiksi sekali -sesuai dari judul novelnya yah- tapi novel ini bisa menjadi salah satu bacaan buat hiburan, setelah baca rasanya sama kaya setelah nonton film romcom pada umumnya, BAHAGIA.

Nih, beberapa kutipan dari novelnya.

“Siapa pun yang bilang kafein bikin lo bangun itu salah. Gosip hot justru membuat gue lebih melek dari yang sudah-sudah. Engga heran follower-nya Lambe Turah jutaan” Hlm. 37

“Satu hal yang menarik dari hidup adalah ketidakpastian.” Hlm 102

“Jadi sok misterius tuh kadang menyenangkan juga ya.” Hlm 162

“Salah satu alasan utama orang nonton film romcom adalah karena mereka pengen ngelepas beban hidup mereka yang udah berat.” Hlm. 214

“Tapi ya itulah namanya hidup. Lo enggak bisa mengharapkan semuanya sesuai kemauan lo kan?” Hlm. 298

Happy reading ~

3.5/5 untuk cerita Kimmy dan Reza.

Jadi sudah ketemu apa jawaban dari pertanyaan di awal tadi?

5 thoughts on “Sebuah Ulasan: When Everything Feels Like Romcoms

  1. itu judul2 film bagus ess coba tonton deh, beberapanya aku udah tonton wkk, baca ini bukan karna dia kerja dia anak film kan? huahaha

    Like

    1. Yashhhh belajar menjadi orang dewasa kan bisa darimana saja ya, salah satunya novel ini. Melepas penatnya idup lewat cerita yang walaupun banyak ngayalnya tapi bisa membuat bahagia yaa wkwk

      Like

Leave a comment