Belajar Cinta bersama Anggita

Menepati sebagian janji, karena sebagiannya lagi tidak bisa tertepati, maaf ya terlambat sekali.

Sekian lama melalui perjalanan di Bandung, sedikit banyak pasti kamu terlibat, tak hanya menemani tapi juga membagi banyak kisah.

Sejak awal masa kuliah, lebih tepatnya saat suatu project fisika membuat kita jadi semakin kenal. Aku ingat dulu kita berkutat membuat suatu alat untuk syarat lulus dari tembok ratapan di gedung kampus sisi barat.

Gagal-gagal lagi-gagal lagi lagi-hampir menyerah dan untungnya tidak sampai berlaku curang-hingga akhirnya kita berhasil membuat alat sederhana menggunakan prinsip listrik yang jujur tak menarik untuk dikulik, tapi proses yang dilalui bersamamu -dan anggota lain- membuat tugas itu tetap asik.

Naik tingkat, kembali kita dipertemukan karena kesamaan tema project percobaan salah satunya tentang ikan. Cerita malam-malam banyak tercipta di sela-sela menguras akuarium, menimbang ikan, atau isi ulang air sampai tangan keriput. Rasanya sejak pertemuan project-project itu membuat kita semakin dekat.

Ada satu kejadian yang tak terlupa -paling tidak sampai sekarang masih teringat jelas- saat kita tersesat ke suatu tempat yang belum pernah ku datangi karena salah naik angkutan kota. Kita berniat ke toserba terkenal di Bandung yang dekat dengan kampus, tetapi yang kita datangi malah cabang toserba yang entah ada dimana. Ku pikir bersamamu yang asli Bandung tak akan membuat kita salah tujuan, tapi nyatanya dulu kita jadi keliling Bandung tanpa rencana. Padahal saat itu ada jadwal untuk percobaan, aku yang panik takut terlambat mencoba menghubungi teman kelompok meminta maaf tapi malah ditertawakan dan diberi komentar “kok bisa?”. Kamu masih ingat?

Sering kita saling berbagi cerita, kebanyakan tentang cerita masa muda -tentang cinta atau persiapan menjadi dewasa-, kamu sering menjadi penasihat kadang kala saat aku tersesat. Kita sama sama belajar mengenal hidup dan berbagai permasalahan yang harus diselesaikan, tapi ku akui banyak pelajaran yang ku ambil darimu. Meski katamu, berujar memang mudah tapi sungguh susah untuk menjalaninya, yakinlah saat kamu memberi nasihat saat itupun kamu juga belajar. Memang ya belajar bisa dari mana saja, tak terkecuali dari obrolan asal atau sekedar berbagi khayal.

Lewat hobi berdandan tak segan kamu membagi pengalaman, memberi pelajaran cuma-cuma untuk menjadi “cantik” dengan apa adanya. Tak pernah pelit berbagi ilmu berias diri meski tak mungkin harga peralatanmu itu murah meriah. Sesekali kamu butuh teman-teman yang mau dijadikan kanvas percobaan, mengunjungi kosan hanya untuk melatih skill berdandan. Tak menolak jika aku diminta menjadi bahan percobaan, untung saja kulitku cukup badak untuk diacak-acak. Selain ilmu, tak jarang juga kau bagi cuma-cuma peralatan berdandanmu itu dengan alasan tak cocok, punya banyak stok, atau memang ingin berbagi saja. Sebagai salah seorang yang sering diberi, terimakasih ya Anggi, saran dan pemberianmu memilki andil dalam membuat aku menjadi “cantik”.

Sepertinya sangat terlambat jika tulisan ini ku buat sebagai hadiah ulang tahun yang sudah terlewat. Jadi, anggap saja cerita ini adalah bentuk kenang-kenangan dari aku setelah kita berpisah dan entah kapan bisa bertemu lagi -semoga masih bisa ya-.

Terimakasih Anggi, atas segala cerita dan nasihat yang kadang tak sempat ku balas atau kadang ku abai menanggapi ceritamu padahal kamu sering menawarkan waktu saat aku butuh teman cerita.

Terimakasih selalu menjawab pertanyaan dari yang sederhana dan kalau dipikir lagi tidak ada guna seperti –kenapa ada cahaya bulat di mata seseorang setelah make up– atau pertanyaan berat seperti –lebih baik berjuang atau diperjuangkan– dengan penjelasan yang selalu saja masuk akal, logis dan realistis.

Terimakasih sering memberi saran untuk membuat hidup lebih bahagia.

Terimakasih telah menjadi teman dalam perjalanan kehidupan, semoga pertemanan ini berlanjut sampai surga nanti.

Terimakasih atas banyak hal yang sudah tercipta ya, Anggi.

Maaf untuk banyak hal terlewat, tak sempat, atau sengaja tak terjawab dari segala tanya, pinta, atau keluh kesah cerita.

Karena masih belum bisa bertemu lagi sampai saat ini, semoga lewat doa-doa, harapan kita bisa saling terkabul, saling mengamini permintaan masing-masing.

Semoga lancar dalam segala aspek kehidupan di dunia dan persiapan perbekalan pasca dunia nanti. Semoga segera di pertemukan dengan seseorang yang setia bisa menemani dan didamba menjadi pasangan sehidup-semati, semoga tak lagi patah hati atas yang tidak pasti, dan semoga harapan lain segera menjadi nyata, jika tidak serupa semoga ada ganti yang lebih baik meski berbeda.

See you (i hope soon), Anggi
-est 💙

Posted in Review

Sebuah Ulasan: Ganjil-Genap by Almira Bastari

Lama banget ga nulis untungnya ini blog ga lumutan yak, padahal banyak cerita tapi berakhir cuma jadi draft, apalagi alesannya kalau bukan maleeeeeees buat nerusin.

Tapi setelah akhir-akhir ini lagi gabut parah karena ga ada kerjaan, makanya aku coba nyari-nyari kerjaan buat membunuh waktu yang nyiksa banget, zuzur. Jadi buat ngisi jeda kala bosan nonton atau baca buku, yuk mari nulis lagi weheehee.

Tulisan kali ini bakal nyeritain tentang novel dari @ratucungpret a.k.a Almira Bastari -Ganjil-Genap-.

Flashback sebentar, aku udah baca karya Almira di buku keduanya -Resign, fyi udah ada draft review novelnya juga, tapi lagi-lagi cuma ngendap di draft kagak dilanjutin mulu hueee, sebel sama kemalasan diri sendiri- nah karena punya pengalaman pasca baca yg seru, jadi pas doi nerbitin novel baru, aku bela-belain beli bukunya. Padahal harusnya hemat uang, tapi gapapa yak investasi untuk beli buku kayanya ga dosa *alesan ae*.

Ganjil-Genap bercerita tentang peraturan lalu lintas buat mobil di jakarta perjalanan Gala yang lagi berjuang buat nyari jodoh di usia yang mepet 30 tahun setelah diputusin gitu aja sama pacarnya yang udah pacaran 13 tahun, lama amat yak mba Gala *tapi kok kaya ada mirip-miripnya ehe*.

Pacaran 13 tahun bikin Gala yakin bakal nikah sama doi, eh ternyata si doi mutusin Gala karena baru sadar mereka ga cocok *lho kok lama ya mas baru sadar, jadi selama 13 tahun ngapain aja yah ckckck*.

Gala yang ga nerima alasan aneh itu dan cuma ditambahin dengan alasan lain yang makin aneh “kamu terlalu baik”, tentu saja menolak permintaan pemutusan hubungan itu. Penjelasan tidak masuk akal tapi memang ada dalam kenyataan sekalipun. Hmmm

Bukan cuma perkara usia yang bikin Gala uring-uringan, tapi juga perkara lain dimana adeknya ini yang baru 23 tahun udah mau nikah duluan *si adek nih pasukan tim nikah muda nih*.

Kasian banget ga sih Gala *peluk Gala*.

Usia 30-an belum punya pasangan buat cewek Indonesia itu bukan hal yang bisa dibanggakan walaupun serangkaian prestasi dipunya tapi belum nikah ya bakal dapet omongan juga, pasti. Banyak orang yang udah jadiin usia sebagai patokan buat punya pasangan, ya setuju ga setuju tapi tetep aja budaya ini udah ngakar di masyarakat kita. Kalau ada yang bilang “age just a number“, halah halah halah banget lah, apalagi kalau cowok yang bilang, emang mau dikau-dikau menikahi nenek-nenek jomblo bang? *Marah-marah kaya Gala*

Selain umur, masalah “dilangkahin adik” juga udah jadi budaya yang ngakar di sekitar kita, dimana tak lazim atau minimal tidak etis seorang adik nikah duluan padahal kakaknya masih jomblo -mana beda umurnya lumayan jauh ye kan- buat nikah. Apalagi untuk kasus kaya Gala ini, sedihnya berlipet-lipet, udah diputusin, dilangkahin pula *peluk Gala lagi*.

Sebagai pembaca, aku diajak buat ngikutin perjalanan Gala, seorang jomblowati metropolitan dengan segudang pencapaian hidup buat nemuin jodohnya. Dari mulai kencan kilat, dicomblangin temen-temennya, ikutan course after work buat dapet kenalan, dating by apps yang lagi kekinian itu, deketin pangeran negara tetangga, sampe nyoba punya hubungan sama orang yang ga berani berkomitmen sekalipun. Serangkaian kisah jatuh bangun Gala dalam mencari jodoh ini meski dibalut komedi tapi sedihnya tetep berasa cuyyy *peluk Gala lagi, peluuuk*

Di setiap bab ada semacam quote ala-ala dari penulisnya, yang relate banget sama cerita Gala *ya iyalah kan ini emang cerita Gala* dan mungkin relate bagi banyak pembaca, paling ngga ya setuju lah sebagai pembaca pas menyadari kutipan-kutipan itu cocok dengan kondisi kebanyakan orang.

Ending ceritanya sangat realistis berasa bukan novel, aku pikir si Gala bakal nikah sama salah satu temennya yang udah bantuin perburuan percintaan Gala, kan kadang gitu ya ceritanya jadi plot twist, udah jauh berjalan eh ternyata jodoh selama ini ada di depan mata. Eh ternyata tidaaaaak, meski endingnya tidak sesuai tebakan tapi sama seperti Gala, aku sebagai pembaca “ikhlas” untuk ending yang seperti itu.

Buat yang pengen baca cerita ringan tapi juga bikin mikir, bikin kesel tapi juga ngakak, bikin baper tapi juga sedih, dan berbagai pengalaman tak terduga selama membaca karena tergantung bagaimana sudut pandang kita memaknai ceritanya, silakan baca novel ini. Lumayan buat nemenin kegabutan atau sekedar ngisi waktu di sela-sela tumpukan pekerjaan.

Semoga ada pelajaran yang bisa diambil dari cerita Gala ini. Semoga kisah cinta kita bisa berjalan bahagia, kalau sudah siap ya mari melangkah dan berani ambil komitmen, kalau belum ya semoga dalam perjalanan pencarian cintanya dimudahkan, ketemu jodoh sesuai harapan yang ga kebanyakan janji eh taunya ninggalin, atau buat yang belum mikirin cinta-cintaan semoga cerita Gala ini bisa jadi bekal ilmu. Buat tim pro dan kontra sama pernyataan “age just a number” dalam sebuah kehidupan ya semoga kita bisa terus melanjutkan perjalanan sesuai waktu kita masing-masing.

Happy reading !!!

Terakhir, tulisan ini ditutup dengan salah satu quote di Ganjil-Genap,

4/5 untuk cerita Gala.