Kemarin, untuk kesekian kalinya rewatch film Aruna dan Lidahnya. Film ini pertama kali ku tonton karena ajakan dadakan dari seorang teman, malam-malam selepas maghrib. Kami berjalan kaki ke bisokop dekat kosan kala di Bandung dulu. Aruna dan Lidahnya menjadi salah satu film yang masuk ke dalam list “tontonan menyenangkan yang membuat jantung berdebar” versi aku hihihi. Jadi, kalau kadang merasa bosan atau sedang butuh hiburan yang bisa memperbaiki suasana hati, film ini bisa jadi referensi. Meski sudah menonton untuk ke 472813913 kali (ini lebay sih), tapi anehnya tidak pernah membosankan, se-gemas itu, se-menarik itu ceritnya bagi aku.
Ulasan kali ini akan berisi cerita tentang pengalaman menontonya, bukan sekedar cerita filmnya yang sebenarnya lebih baik kalian tonton sendiri daripada mencari tahu lewat review ini *sebuah peringatan dini*. Lagi pula tulisan ini juga dimaksudkan untuk memulai kembali kegiatan tulis-menulis yang sudah cukup lama ditinggalkan *lemesin jari hihihihi*.
Aruna dan Lidahnya adalah film produksi dari Palari Film yang disutradarai oleh Edwin –fyi, Edwin dan Palari juga sedang membuat film dari novel terkenal karya Eka Kurniawan yang sedang kutunggu-tunggu pula penayangannya, “Seperti Dendam, Rindu harus dibayar Tuntas”-. Alasan pertama awal ketertarikan untuk nonton film ini karena pemainnya duo fenomenal “Cinta-Rangga” yang ternyata di film ini bukan dipasangkan sebagai kekasih, melainkan sahabat baik. Jadi penasaran, bagaimana Dian Sastro dan Nicholas Saputra men-deliver karakter baru mereka setelah cap “Cinta-Rangga” bergitu melekat selepas AADC. Alasan kedua, karena film ini bercerita tentang “makanan”, sepertinya jarang -atau hampir belum ada- film yang ku tonton menyoroti makanan sebagai bagian penting dalam sebuah film. Alasan ketiga, karena ini film Indonesia, romansa, jadi sayang untuk dilewatkan. Thank you so much, ajakan randomnya ya Men, bcs of you aku punya pengalaman nonton film yang bikin laper dan baper sekaligus.
Ya, supaya tulisan ini ada nyambung-nyambungnya sama judulnya mari kita bahas sedikit tentang filmnya, sebelum lanjut lagi curhatannya hahaha.
Aruna dan Lidahnya (2018), film yang bercerita tentang perjalanan keliling Indonesia oleh Aruna (Dian Sastrowardoyo) bersama Farish (Oka Antara), Bono (Nicholas Saputra) dan Nadezdha (Hannah Al Rasyid). Perjalanan Aruna sebenarnya dimaksudkan untuk melakukan investigasi terkait wabah flu burung. Tapi, sambil menyelam minum air, Aruna mengajak Bono -sahabatnya yang merupakan koki profesional- untuk menemani sekaligus berwisata kuliner di tempat-tempat investigasi. Saat di Surabaya, mereka berdua bertemu dengan Farish -mantan teman kantor Aruna ,yang sekaligus cinta lamanya- dan Nadezdha -teman Aruna dan Bono, seorang penulis buku-buku kuliner-. Perjalanan investigasi berkolaborasi dengan perjalanan wisata kuliner ini terkemas apik membuat penonton laper dan baper. Asli.
Film ini merupakan adaptasi dari novel karya Laksmi Pamuntjak dengan judul yang sama. Menurtuku, versi filmnya lebih menyenangkan dibanding versi novelnya. Cerita dalam novel lebih serius, tentang pandemi, korupsi, dan konspirasi meski tak lupa sesuai judulnya selalu ada bumbu-bumbu cerita tentang kulinernya. Nah, dalam versi filmnya cerita dikemas lebih ringan, tanpa menghilangkan poin-poin penting yang ingin disampaikan.
Bagian paling seru dari film ini bagiku malah tentang cerita romansanya. Para tokoh yang diceritakan berumur 30-an ini punya cerita cintanya masing-masing. Ternyata, sudah dewasa pun perihal cinta tetap bikin pusing ya. Tentang Aruna yang naksir-naksir sebel sama Farish yang ternyata berbalas cuma lama aja pekanya sih Farish ini, tipe-tipe cowok baik hati tapi tidak berani ish ishh ishhh. Tentang Nad, yang meski sudah berpengalaman dengan banyak laki-laki tapi tetap saja merasa kosong yang ternyata ditaksir Bono, tipe cowok tidak romantis dan perlu dorongan baru berani menyatakan ish ishh ishhh (2).
Tak cuma tentang romansa, tapi tentang persahabatan mereka pun diceritakan dengan menyenangkan. Terutama saat adegan-adegan makan-makan. Melalui film ini, aku jadi tahu ternyata seberagam itu makanan-makanan di Indonesia, dua makanan yang bikin penasaran banget pengen ngerasain adalah campor lorjuk (Pamengkasan) dan pengkang (Singkawang). Dalam suatu artikel yang membahas film ini, ternyata dihadirkan 21 makanan sepanjang film. Kebayang kan betapa ngilernya pas nonton, mana makanannya cukup unik karena sebagian merupakan makanan-makanan khas daerah yang baru ku tahu.
Keunikan film ini selain yang sudah disebutkan sebelumnya, adalah penggambaran narasi oleh toko Aruna. Visualisasi isi hati Aruna disampaikan secara lugas langsung ke penonton. Menarik sekali, terutama bagian-bagian salting Aruna karena perlakuan Farish, gemessss abis.
Terlalu banyak adegan “aww moment” dari film ini, tapi yang paling epic tentu saja adegan saat Aruna dan Bono makan rawon, lalu tanpa aba-aba Farish muncul yang mebuat Aruna kaget sambil mengumpat lalu bermonolog “Nih orang namanya ga boleh disebut-sebut, bahkan dalam hati lho. Muncul.” Selain itu, tiap Aruna salting akibat ledekan Bono dan Nad yang memang tahu Aruna suka sama Farish. Aruna adalah tipe cewek ekspresif yang mudah ketebak apalagi sama temen-temennya, mana duo Bono-Nad adalah kombo jail yang suka banget ngeledek Aruna. Padahal Aruna terlihat sangat berusaha stay cool and chill tiap ketemu Farish, tapi lagi-lagi ya cinta kadang bikin orang ngga kekontrol emang *puk-puk Aruna*. Lagipula, Farish ini adalah perwujudan cowok-cowok logis yang hidupnya lempeng bener ya, sekalinya berani ngerayu kaku banget makanya Aruna sering kesel-kesel gemes ngeliat kelakuan Farish.
Cerita persahabatan mereka juga ngga kalah seru, cap “Cinta-Rangga” sepenuhnya luntur oleh “Aruna-Bono” yang digambarkan sebagai sahabat baik. Bentuk cinta yang mereka presentasikan merupakan perwujudan ketulusan sahabat kepada sahabatnya, saling dukung, tapi juga ngga jaim-jaim buat saling tegur, saling berbagi nasihat jika salah satu punya salah. Bono sebegitu protect ke Aruna, begitu pun Aruna yang super care sama Bono. Gemessss juga.
Bono juga digambarkan sebagai sahabat yang begitu paham Aruna, terutama saat adegan canggung karena Aruna cemburu atas kedekatan tiba-tiba Nad ke Farish. Bisa bener nih Bono ngebelokin obrolan ke makanan. Lagi-lagi makanan bisa menjadi penyelamat ketegangan.
Setalah perjalanan investigasi yang makin menuju akhir makin menunjukan adanya kejanggalan, klimaks cerita terjadi saat Farish terlibat affair dengan pimpinan perusahaannya yang membuat Aruna cemburu hebat. Yang mana pimpinan tersebut adalah orang yang dicurigai Aruna ada dibalik kejanggalan-kejanggalan selama proses investigasi. Aruna yang kalut dan diberhentikan secara paksa dalam project investigasi tersebut pergi setelah bertengkar hebat dengan Farish.
Akhir cerita, Aruna justru berkelana sendiri mencari resep nasi goreng kesukaannya di Pontianak yang merupakan salah satu misi terselubung dalam rangkaian perjalan investigasi wabah ini. Setelah jauh-jauh mencari ternyata resep itu malah resep buatan Ibunya sendiri. Terkadang kita terlalu jauh mencari untuk hal-hal yang bisai kita temukan di dekat kita ya.
Adegan terakhir -dan yang paling berkesan- adalah saat Aruna dan Farish sama-sama jujur akan perasaaan mereka dan ternyata perasaan “naksir-naksir sebel” mereka saling bersambut. Penutup cerita makin manis saat Bono-Nad bergabung setelah mereka pun saling mengutarakan rasa suka. Semua berakhir bahagia. Adegan yang benar-benar terkahir tentu saja sesuai judulnya, mereka makan bersama dengan monolog terkahir dari Aruna
“Makanan itu punya kekuatan seperti alam semesta. Dia menghubungkan kita ke berbagai macam orang, dari yang kita benci sampai yang kita suka setengah mati. Dia ngga hanya melahirkan cerita baru tapi dia juga melahirkan banyak kemungkinan baru. Apalagi kalau kalau kita makannya sama orang-orang yang kita sayang. Ini rumah. Ini mewah.”
Aruna dan Lidahnya, aku rekomedasikan ke kalian yang butuh hiburan ringan meredakan banyak bikiran tapi membuat jantung berdebar. Film serius yang dikemas sangat gemas. Tontonan yang bisa dinikmati sembari makan karena bisa menambah selera. Film yang bisa dijadikan gambaran tentang macam-macam kisah cinta, dari yang terlarang sampai yang penuh ketulusan, yang perlu disampaikan atau cukup dirahasiakan, tentang kejujuran pada diri sendiri dan keberanian mengutarakan. Ayo semua nonton, nikmati rasanya laper dan baper bersamaan.
9.5/10 “naksir-naksir sebel”